Penutupan kantor penerimaan pajak dilihat dari sisi social-ekonomi dan hukum

 

Diketahui  bahwa mulai 24 Mei 2021 Dirjen Pajak telah menutup permanen 24 kantor penerimaan pajak (KPP) yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Dan untuk wajib pajak yang terdaftar dalam KPP yang ditutup tersebut akan dialihkan pada KPP lain yang berada di sekitar wilayah mereka. Penutupan tersebut sejatinya ditujukan untuk penataan vertical instansi perpajakan dan agar pemungutan pajak dapat dilaksanakan secara efisien serta optimal. Agar dapat memenuhi rencana pendapatan pajak yang sudah ditentukan.

baca juga:  Analisa Berita "Pajak Orang Super Kaya Bakal Naik, Simak Rincian Tarif PPH yang Berlaku Saat Ini"

Tetapi, dilain sisi adanya penutupan dan pemindahan nasabah tersebut tentunya berimbas pada sisi sisi sosiel ekonomi, salah satunya yaitu berdampak kepada kepatuhan para wajib pajak dalam membayarkan pajaknya. Kenapa demikian? Karna di masyarakat sudah terdapat rahasia umum bahwa  proses pembayaran pajak membutuhkan waktu yang tidak sebentar, mulai dari perjalanan ke kantornya, mengantri dan proses-proses lainnya. Dengan adanya pemindahan nasabah ke kantor penerimaan pajak lain, hal tersebut tentu akan memperparah kondisi diatas. Sehingga nantinya dapat menimbulkan rasa enggan bagi para wajib pajak, terutama mereka- mereka yang memiliki waktu terbatas.

baca juga :  Gali Potensi Pajak, Sri Mulyani: DJP Olah Ratusan Jenis Data

Pelayanan pembayaran pajak secara online juga masih kurang efektif, sehingga masih banyak orang yang lebih memilih untuk mendatangi KPP di banding dengan melakukannya secara online. Menurut hemat penulis, akan lebih baik jika penutupan KPP seperti yang disebut diatas di barengi dengan perbaikan sistem pembayaran pajak online. Sehingga dapat menguntungkan baik bagi pihak pemerintah, Dirjen Pajak, dan pihak masyarakat atau para wajib pajak.

Sehingga apabila Dirjen Pajak menginginkan optimalisasi dan bukan hanya penataan ulang saja. Mereka seharusnya memperbaiki segala sistem yang ada dan tidak hanya melakukan penutupan kantor. Karna masalah utamanya memang tidak berada disitu, tetapi ada di dalam sistem mereka.

baca juga :

Lalu apabila dilihat dari sisi hukum, bagaimana penutupan 24 Kantor Penerimaan Pajak (KPP) sebagaimana tindak lanjut dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 184/ 2020 sebagai perubahan atas PMK Nomor 210/2017 tentang Organisasi dan tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak? Apakah hal tersebut terlah sesuai dengan peraturan yang ada?

Jawaban dari pertanyaan diatas ialah iya, penutupan yang memiliki tujuan untuk optimalisasi pendapatan pajak tersebut masih sejalan dengan PerPres No 28 tahun 2015 pasal 55 ayat 2 yang menyataklan bahwa ketentuan penetapan terhadap organisasi vertical di dalam lingkungan kemenkeu, termasuk didalamnya KPP, dilakukan melalui PermenKeu dengan persetiujuan menteri tyang menjalankan urusan dalam bidang aparatur negara.

baca juga :

Sebagaimana yang telah kita ketahui sebelumnya, bahwa penutupan beberapa kantor tersebut merupakan tindak lanjut dari munculnya Peraturan Menteri Keuangan no 184 tahun 2020. Sehingga hal tersebut bukan merupakan suatu kegiatan yang melanggar hukum.

Sumber :

1. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210525080444-532-646521/24-kantor-pelayanan-pajak-ditutup-permanen-per-24-mei 

2. https://economy.okezone.com/read/2021/05/24/320/2414562/24-kantor-pajak-ditutup-kenapa?page=1 

3. Perpres No 28 tahun 2015 tentang Kementrian Keuangan.

Comments