Analisis Sosiologis Terhadap Pajak Optimal Dan Hukum Pajak Berfalsafah Pancasila dalam Jurnal Perpajakan Optimal dalam Perspektif Hukum Pajak Berfalsafah Pancasila

                                                Oleh Wahyu Naufal Gunawan  (1902056049)

[sumber jurnal]

Kajian tentang pajak optimal merupakan suatu konsep perpajakan yang berusaha untuk mengimbangi prinsip Equity dan Economic of collection, dimana dengan adanya peningkatan penerimaan  pajak maka harus terjadi juga peminimalisiran  terhadap beban tambahan (excess burden) yang ditimbulkan oleh sistem pajak sehingga tidak menimbulkan deadweight lost atau penurunan surplus total di masyarakat. Karna bila terjadi deadweight lost atau yang bisa diartikan juga sebagai penurunan kesejahteraan di masyarakat,maka akan terjadi penurunan tingkat kepatuhan terhadap pembayaran pajak karna masyarakat akan cenderung mempergunakan uang yang ada untuk bertahan hidup di banding digunakan untuk membayar pajak. Terlebih lagi bila fasilitas yang didapatkan masyarakat dirasa tidak sesuai dengan apa yang telah mereka berikan.

Seperti dalam hal pajak terhadap komoditas,masyarakat cenderung memilih barang pengganti yang berpajak rendah atau barang lain yang serupa yang tidak dikenai pajak karna selain mereka merupakan mahkluk ekonomi  hal tersebut juga menunjukan bahwa terdapat sebuah keenggaan di masyarakat untuk mengerluarkan biaya extra yang mereka rasa tidak diperlukan dan lebih memilih untuk mencari alternatif lain yang lebih menguntungkan diri mereka sendiri.

Dalam kajian mengenai pajak optimal,terdapat 2 kiblat kajian,kiblat yang pertama ialah kajian menurut Frank Ramsey. Dalam kajian beliau menyatakan bahwa sistem perpajakan yang optimal harus sedemikian rupa sehingga permintaan kompensasi untuk masing-masing pihak berkurang dalam proporsi yang relatif sama terhadap posisi sebelum adanya pajak,jadi pajak yang efisien ialah pajak yang beragam dan tidak sama. Dengan adanya pemungutan pajak yang beragam dan berbeda-beda tersebut dapat memberikan kesan mudah dan tidak membebankan bagi masyarakat yang menjalankannya. Sehingga mereka merasa tidak terbebani atas adanya biaya tambahan yang telah mereka keluarkan. Kiblat kajian yang kedua di dalam masalah perpajakan optimal ialah kajian James Mirrles,kajian ini berdasarkan pada perbedaan penghasilan individu,ketidak mampuan otoritas pajak dalam mengidentifikasikan kemampuan seseorang dan pada pemahaman bahwa pemungutan pajak terhadap individu high ability dapat menyebabkan disinsentif baginya dan dapat mencegahnya mendapat pendatapan lebih. Kajian ini menyoroti tentang bagaimana kemampuan pemerintah atau otoritas pajak dalam hal menyeimbangkan atau melakukan distribusi kesejahteraan pada kelompok low ability tanpa merugikan mereka-mereka yang telah berada di tingkat high ability dan menyebabkan orang malas untuk mengejar tingkat tersebut karna ia akan dipungut pajak lebih banyak lagi. Orang akan malas karna mereka akan berfikir walaupun mereka telah menjadi lebih makmur tetapi mereka harus dihadapkan oleh pajak yang tinggi yang membuat kualitas hidup mereka tidak jauh berbeda dengan yang mereka alami sebelumnya, sehingga mereka akan berfikir untuk tetap dan tidak berusaha untuk menjadi lebih lagi. Tetapi apabila aturan tersebut dapat mencapai keseimbangan dalam penetapan pajak dan memberikan insentif tertentu maka yang terjadi ialah sebaliknya,bisa saja orang-orang akan berlomba-lomba untuk memperbaiki taraf hidupnya sehingga dari yang tadinya merupakan golongan low ability dapat berubah menjadi golongan high ability.

Indonesia sebagai sebuah negara yang berdasarkan atas Pancasila membuat sebuah aturan pajak  sendiri yang dirasa paling sesuai dengan keinginan rakyatnya dan dapat memberikan kesejahteraan. Aturan tersebut dikenal dengan hukum pajak Pancasila,didalamnya terdapat aspek material dan politik yang secara tidak langsung bersinggungan dengan teori-teori pajak optimal yang telah dijabarkan sebelumnya. Yang membedakan ialah adanya aspek kultural yang salah satunya memperhatikan substansi undang-undang dan bila undang-undang tersebut tidak mencerminkan sebuah fairness maka kepatuhan masyarakat dapat berkurang. Hal tersebut terjadi karna masyarakat merasa dirinya tidak dibutuhkan dan tidak diperhatikan hak-haknya sehingga mereka memberikan sebuah perlawanan dalam bentuk penentangan atau ketidak patuhan terhadap suartu undang-undang yang dikerluarkan oleh pemerintah atau otoritas pajak.

Dalam konsep hukum ini,terdapat 2 jenis keadilan yang hidup di masyarakat,yaitu keadilan horisontal dan vertikal. Hal tersebut disebabkan karna keadilan ialah suatu hal yang bersifat relatif,sehingga menyebabkan perbedaan pemahaman dalam suatu mayarakat dan menghasilkan definisi yang berbeda-beda tergantung bagaimana raksi masyarakat secara umum terhadap hal tersebut. Sehingga aturan perpajakan yang dibuat juga harus sesuai dengan masing-masing definisi keadilan yang dipahami oleh masyarakat agar dapat menciptakan sebuah sistem perpajakan yang optimal.

Baca juga:

  1. ANALISIS JURNAL PERPAJAKAN OPTIMAL DALAM PERSPEKTIF HUKUM PAJAK BERFALSAFAH PANCASILA DARI SUDUT PANDANG EKONOMI
  2. ANALISIS JURNAL PERPAJAKAN OPTIMAL DALAM PERSPEKTIF HUKUM PAJAK BERFALSAFAH PANCASILA DARI SUDUT PANDANG EKONOMI
  3. ANALISIS YURIDIS: PERPAJAKAN OPTIMAL DALAM PERSPEKTIF HUKUM PAJAK BERFALSAFAH PANCASILA

 

Comments